Kata
orang tanggal 14 Febuari adalah hari cinta yang sering mereka sebut dengan
Valentine’s Day. Hari ini diasosiasikan
dengan saling bertukar “pernyataan cinta romantis” dengan kegiatan simbolis,
seperti memberi bunga, cokelat, dan sebagainya. Kalo cinta hanya diungkapkan dalam satu har
saja itu bukan romantis! Apalagi kalo cuma ngasih coklat atau bunga sekali saja
dalam setahun!!!
Seiring dengan berjalannya waktu tiap tahunnya, perayaan
Valentine menjadi semacam suatu “keharusan” untuk dirayakan dengan memberikan
cokelat atau hadiah kepada yang tercinta. Pertokoan di Indonesiapun “turut”
membangun atmosfer hari Valentine. Dekorasi warna pink, promosi cokelat,
pajangan, boneka hari dan sebagainya. Tak hanya itu, media massa juga turut
bekerja sama dalam membangun atmosfer perayaan ini. Acara-acara di televise
memutarkan film-film cinta romantis, siaran di radio memutarkan lagu-lagu
melankolis jatuh cinta, majalahpun ikut seragam. Restoran dan hotel-hotel
menggelar promo paket Valentine. Dan pada saat hari Valentine, mereka langsung
memberikan hadiah dan cokelat mereka. Dan bagi mereka yang jomblo pas hari itu
sering ngeluh, katanya “Gara-gara gua jomblo, jadi nggak dapet coklat deh.”
Padahal jika menelusuri makna cinta. Cinta tak bisa
disimbolkan dengan apapun bahkan coklat sekalipun. Karena cinta bukanlah simbol
namun pengalaman yang membuat orang menjadi lebih berarti dalam hidup. Cinta
tidak hanya coklat yang banyak orangan mengatakan ”Love is just like a bar of chocolate, it’s sweet and addicting.”
Cinta merupakan perpaduan rasa manis, asem, asih bahkan pahit. Cinta juga bukan
hanya warna Pink, tapi juga merah, hijau, kuning, biru, putih bahkan hitam,
karena cinta itu harmoni seperti pelangi. Cinta tidak juga bisa
direpresentasikan dengan bunga mawar.
Tapi
lagi-lagi, aku tak mau ceroboh dalam mengartikan cinta.
Karena
sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar, namun ketika
cinta kudatangi, aku jadi malu pada keteranganku sendiri.
Meskipun
lidahku telah mampu menguraikan dengan terang, namun tanpa lidah cinta ternyata
lebih terang.
Sementara
pena begitu tergesa-gesa menuliskannya.
Hingga
akhirnya kata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai kepada cinta.
Dalam
menguraikan cinta, akalku terbaring tak berdaya.
Seperti
keledai terbaring dalam lumpur.
Ya, cinta
sendirilah yang menerangkan cinta dan percintaan.
(Jallaludin
Ar-Rummi)
Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe
It?” menyatakan bahwasanya kata “Valentine” berasal dari Bahasa Latin yang
berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini
ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Adapun Cupid
(berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the
hunter” dewa Matahari. Maka disadari
atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu
berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi
“Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam
hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta’ala.
Marilah berfikir
cerdas menanggapi Valentine’s Day bukankah islam mengajarkan demikian seperti
dalam Firman Allah: “Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya” (QS. Al Isra’: 36)
-Yekti-
(Profil Penulis)
-Yekti-
(Profil Penulis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar