Pernahkah dirimu melihat daun
yang gugur dari pohonnya? Meliuk, terbang menari-nari bersama angin hingga
akhirnya jatuh ke atas tanah. Daun itu, tidak pernah bisa memilih ke titik mana
dia akan jatuh. Dia begitu menikmati kemanapun angin membawanya. Daun yang
jatuh tak pernah membenci angin. Sebuah judul novel oleh Tere Liye. Namun
disini penulis tidak ingin membahas tentang novel tersebut. Hanya terinspirasi
olehnya.
Setiap manusia tentu memiliki
mimpi. Mimpi adalah ruang yang
mendahului kenyataan. Mungkin diantara kita pernah mendengar kalimat ini, “Mimpi sebenarnya
adalah ruang yang selalu mendahului kenyataan dan tidak ada satu kenyataan yang
terbentuk dalam diri seseorang di luar mimpi-mimpinya”. Namun terkadang, dalam
kenyataannya, ada mimpi-mimpi yang tidak dapat kita raih dengan tangan kita.
Disaat mimpi terbentur dengan
kenyataan, disanalah ikhlas sangat dibutuhkan. Seorang mukmin harus percaya dan
yakin pada takdirNya. Bahwa takdir Allah adalah yang terbaik untuk hambaNya. Walau
kacamata manusia menganggapnya itu tidak bagus. Bukankah Allah lebih mengetahui
diri kita melebihi kita sendiri.
Jika ada apa-apa yang ada
disekitar kita satu persatu diambil, sejatinya ikhlas itu menjadi keharusan
dalam bersikap. Bukankah jika seseorang dititipi oleh seseorang yang lain
sebuah barang, disaat penitip barang tersebut akan mengambil barangnya, orang
tersebut harus mengembalikannya? Begitulah hidup ini. Semua yang ada di diri
manusia adalah titipan. Harta, ayah, ibu, saudara, anak, suami, istri semua
adalah milik Allah dan akan kembali kepadanya. Jadi, saat sesuatu yang ada
dalam diri kita diambil olehNya satu persatu, kita pun harus ikhlas.
Seperti daun gugur yang tak
pernah membenci angin. Jangan jadikan kambing hitam sesuatu yang membuat apa
yang kita harapkan tidak terwujud. Apalagi jika menyalahkan Allah. Semua sudah
tercatat di Luful Mahfudz.
-Akira Najmia-
(Profil Penulis)
(Profil Penulis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar