(Sebuah Kritik terhadap Perayaan Valentine di Kalangan Muslim
Indonesia)
Izinkan saya
lebih dulu mengucap syahadat, sebagai bentuk ungkapan kepercayaan yang tinggi
terhadap Dzat Yang Maha Tinggi beserta kekasihNya yang mulia. Aku bersaksi
bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad sebagai
rasulullah. Allah yang hanya satu, Rasulullah yang jiwanya selalu merindu.
Rindu yang membuncah bahkan saat malaikat maut datang menjemputnya. Rindu yang tiada
henti ia lantunkan kepada ummatnya. ‘Ummati.. Ummati.. Ummati..’ serunya saat
kata-kata lain tak mampu lagi ia ucapkan. Ialah Muhammad, sang kekasih yang
menghantarkan ummatnya pada kesatupaduan konsep mahabbah terhadap Rabb Semesta
Alam.
Saudariku muslimah shalihah, demikianlah
ungkapan cinta Rasulullah kepada kita semua. Cinta yang agung, yang tulus, yang
hanya mengharap kebaikan terhadap diri kita. Sedang kita sampai saat ini masih
saja berpeluh dalam dosa dan maksiat. Sedang kita saat ini masih berjibaku
dengan tumpukan-tumpukan kemalasan dalam beramal. Padahal Rasulullah telah
merindukan kita sejak beratus tahun lalu. Lalu apa bentuk balasan nyata kita
terhadap cinta beliau?
Akhir pekan
ini saya dibuat terharu oleh keluhan seorang ummi (ibu) pada suatu pengajian di
masjid kampus UNY. Ummi tersebut kebetulan menjadi pembicara tunggal dalam
kajian itu. Beliau merintih, menangis, begini kira-kira perkataanya “Apa yang
terjadi dengan remaja-remaja kita saat ini? Mereka terlalu suka ikut-ikutan
temannya tanpa sadar apa yang diikutinya benar atau salah. Seperti misal
menjelang 14 Februari yang dikatakan sebagai hari kasih sayang. Namun mereka
tidak memahami ada apa sebenarnya dibalik tanggal tersebut.” Dengan nafas yang
terlihat memburu karena emosi yang naik akibat kegelisahan yang sangat
dirasakan, ummi tersebut melanjutkan kalimatnya, “Sebagai seorang wanita pasti
menyukai pernak-pernik coklat yang dikemas dalam kemasan yang unik dan umumnya
cantik dipandang mata. Dengan nuansa warna merah jambu soft dan coklat, terasa lembut sekali, bukan? Bisa dibayangkan
bagaimana melambungnya hati anak-anak kita jika mereka memperoleh bingkisan [i]manis
tersebut. Terlebih jika dari seorang pria. Padahal tahukah antum, bahwa baru-baru ini ditemukan fakta bahwasanya coklat-coklat
yang dijual di mall-mall atau swalayan tersebut telah disisipi alat kontrasepsi
berupa (maaf) kondom yang seharusnya alat ini digunakan untuk pasangan yang
telah menikah. Bahkan lebih mirisnya lagi, selain kondom, terdapat pula
didalamnya alat perangsangnya. Naudzubillah..” Merinding saya mendengar ini.
Sampai seperti inikah dunia meracuni remaja-remaja kita.
Bertanyalah
pada hati, wahai sahabatku muslimah semua. Apakah benar begitu cara kita
merayakan cinta? Apakah hanya sebatas ‘itu’ cara kita mengungkapkan cinta?
Mengkultuskan tanggal 14 Februari sebagai hari kasih sayang tanpa kita mau
membaca mengapa hanya di hari ini yang ditetapkan sebagai hari kasih sayang.
Wahai saudariku muslimah sholihah, bacalah! Tentang apa-apa yang kamu perbuat.
Ketahuilah bahwasanya bukan begini cara seorang muslim merayakan cinta. Atau
memang beginikah cara kita membalas setiap peluh rindu Rasulullah saw. Sungguh,
jika demikian kita termasuk pada golongan ummat yang dzalim.
Informasi
dan fakta sejarah tentang valentine dapat kita temui dengan mudah di internet.
Silakan dibaca wahai muslimah, agar kita tidak terjerumus pada budaya taqlid
atau hanya mengekor saja. Sadarilah bahwa manusia telah dianugerahi kekuatan
berupa akal. Ini yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Gunakanlah akal
ini untuk membedakan mana yang haq dan bathil.
Rasulullah
adalah guru terbaik dalam hal bagaimana kita mengekspresikan cinta. Rasulullah
memiliki kebiasaan yang sangat beliau sukai misalnya setiap pagi memberi makan
si pengemis buta, bahkan tidak hanya memberi tapi juga menyuapinya. Uniknya
kebiasaan ini beliau lakukan sepanjang hidupnya, tanpa pamrih. Rasulullah
adalah orang yang sangat suka memuji sahabat-sahabatnya. Beliau biasa memanggil
mereka dengan panggilan sayang nan indah. Rasulullah adalah orang yang menempatkan
posisi si budak hitam—Bilal—sebagai orang kehormatan karena keshalihannya.
Bukan karena harta apalagi karena fisik semata. Semua itu Rasulullah lakukan
atas dasar cinta. Dan cinta itu beliau labuhkan hanya karena Allah saja. Inilah
level cinta tertinggi.
Cinta yang
dilabuhkan karena Allah akan berjalan sesuai dengan fitrahnya. Menyayangi
sesama, perasaan ingin dipuji oleh pasangan atau orang-orang di sekitar kita, ingin
terus diperhatikan dan disayangi, merasa butuh dilindungi merupakan fitrah. Dan
jika ini dipenuhi atas dasar cinta karena Allah, maka cinta ini akan membuahkan
pahala yang berlipat ganda di sisi Allah, mendatangkan rahmat beserta rezeki di
muka bumi ini.
“...tetapi
Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam
hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan
kedurhakaan...” (Al Hujuraat 7)
Sedangkan cinta yang tidak berlandaskan
karena Allah maka akan dilandasi dengan syahwat semata. Keinginan untuk
disayangi, dicintai, diperhatikan misalnya akan menjadi senjata paling hebat
bagi manusia yang tidak melandaskan cintanya karena Allah. Apapun bisa saja
dilakukan demi mendapat perhatian dan cinta dari orang lain. Inilah yang
disebut cinta buta. Cinta seperti ini sesungguhnya adalah senjata pemusnah
iman, penghapus cahaya penerang hati sehingga hati akan menjadi gelap.
Jalan-jalan yang dilalui di depan tidak akan terlihat lagi. Sungguh ini adalah
bencana yang besar bagi kita, wahai muslimah sholihah.
“Maka
pernahkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
sesembahannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya? Dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan di atas
penglihatannya...” (Al Jatsiyah 23)
“Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.” (Al Qashash 50)
Wallahu ‘alam.
-Fera-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar