Sabtu, 16 Februari 2013

67



Kata orang tanggal 14 Febuari adalah hari cinta yang sering mereka sebut dengan Valentine’s Day. Hari ini diasosiasikan dengan saling bertukar “pernyataan cinta romantis” dengan kegiatan simbolis, seperti memberi bunga, cokelat, dan sebagainya.  Kalo cinta hanya diungkapkan dalam satu har saja itu bukan romantis! Apalagi kalo cuma ngasih coklat atau bunga sekali saja dalam setahun!!!


Seiring dengan berjalannya waktu tiap tahunnya, perayaan Valentine menjadi semacam suatu “keharusan” untuk dirayakan dengan memberikan cokelat atau hadiah kepada yang tercinta. Pertokoan di Indonesiapun “turut” membangun atmosfer hari Valentine. Dekorasi warna pink, promosi cokelat, pajangan, boneka hari dan sebagainya. Tak hanya itu, media massa juga turut bekerja sama dalam membangun atmosfer perayaan ini. Acara-acara di televise memutarkan film-film cinta romantis, siaran di radio memutarkan lagu-lagu melankolis jatuh cinta, majalahpun ikut seragam. Restoran dan hotel-hotel menggelar promo paket Valentine. Dan pada saat hari Valentine, mereka langsung memberikan hadiah dan cokelat mereka. Dan bagi mereka yang jomblo pas hari itu sering ngeluh, katanya “Gara-gara gua jomblo, jadi nggak dapet coklat deh.”

Padahal jika menelusuri makna cinta. Cinta tak bisa disimbolkan dengan apapun bahkan coklat sekalipun. Karena cinta bukanlah simbol namun pengalaman yang membuat orang menjadi lebih berarti dalam hidup. Cinta tidak hanya coklat yang banyak orangan mengatakan ”Love is just like a bar of chocolate, it’s sweet and addicting.” Cinta merupakan perpaduan rasa manis, asem, asih bahkan pahit. Cinta juga bukan hanya warna Pink, tapi juga merah, hijau, kuning, biru, putih bahkan hitam, karena cinta itu harmoni seperti pelangi. Cinta tidak juga bisa direpresentasikan dengan  bunga mawar.  

Tapi lagi-lagi, aku tak mau ceroboh dalam mengartikan cinta.
Karena sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar, namun ketika cinta kudatangi, aku jadi malu pada keteranganku sendiri.
Meskipun lidahku telah mampu menguraikan dengan terang, namun tanpa lidah cinta ternyata lebih terang.
Sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya.
Hingga akhirnya kata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai kepada cinta.
Dalam  menguraikan cinta, akalku terbaring tak berdaya.
Seperti keledai terbaring dalam lumpur.
Ya, cinta sendirilah yang menerangkan cinta dan percintaan.
(Jallaludin Ar-Rummi)

Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” menyatakan bahwasanya kata “Valentine” berasal dari Bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Maka disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta’ala.

Marilah berfikir cerdas menanggapi Valentine’s Day bukankah islam mengajarkan demikian seperti dalam Firman Allah:  “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya” (QS. Al Isra’: 36)


-Yekti-
(Profil Penulis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...