...catatan masa berbenah,
Mengamati gerak-gerik mereka,
Memahami, hingga menyelami.
Kos Perahu, 2 Maret 2011
Suasana klasikal. Hari pertama aku mengajar TPA Al Uswah. Masing-masing berlarian, berkejaran. Kadang duduk, tidur-tiduran karena kelelahan, tapi kemudian kembali berhamburan tak terkendali. Aku dan teman-teman ustadzah lainnya hanya bisa memandang. Hhh…, bagaimana mengendalikan mereka?
Kali ini aku benar-benar hanya diam, tidak bisa berbuat apa-apa. Sekali lagi; hanya memandang. Kenapa anak kecil selalu begitu? Tidak pernah bisa diam. Mereka seakan tidak bisa membedakan mana yang masjid, mana yang lapangan? Semuanya dianggap taman bermain mungkin. Oh, lebih tepatnya mereka belum sepenuhnya bisa membedakan diantara keduanya.
“Sudah ngaji, Sayang?,” tanyaku.
“Udah, udah kok....!”, jawab salah satu santri yang aku belum mengenalnya. Lalu, ia segera bergabung dengan teman-temannya; berkejar-kejaran. Sepertinya tidak akan pernah bosan. Lebih mengesalkan lagi, tahu-tahu di belakang ternyata santri tadi belum mengaji. Hmm, baru saja datang, langsung dibohongi. Bersabarlah...
Jam dinding menunjukan pukul setengah lima. Sepertinya pekerjaanku hari ini hanyalah menonton mereka bermain. Tapi, ada sesuatu yang membuat tak bosan memandangi mereka, dan tak akan pernah bosan.
Kamar Ceria, 6 Maret 2011
Kasihan benar
Melihat mereka berpeluh
Sebentar saja tertawa, menangis, lalu tertawa lagi
Berlarian entah kemana, karena menunggu terlalu lama
Aku saja… yang sedari tadi hanya menunggu mereka
Merasa lelah bukan main,
Tapi memandang wajah mereka
Memerhatikan tingkah mereka
Ghirah ini kembali bermekaran;
“Aku, tak mau dikalahkan!”
Ketika itu aku menemani mereka dalam event besar tahunan TKA/TPA se-DIY. Menunggu giliran tampil lomba, yang sebenarnya nomor urut 13, tapi menjadi 28. Entah, mungkin ada misscomunication. Tapi, itu artinya urutan terakhir! Tidak bisa dibayangkan betapa lelahnya langkah mereka nanti. Aku harus tetap di samping mereka.
Kamar Ceria, 9 Maret 2011
Sore tadi, sungguh aku kembali bingung menghadapi mereka. Mengaji, tidak mau mengulang; mengumpat. Diperingatkan; merutuki. Oh, Ya Rabbi…
Suaraku habis ditelan kebisingan. Mereka meraung-raung tidak hentinya. Aku dan Ruby kelabakan. Padahal, jumlah santri di kelas B (kelas 1 dan 2 SD) hanya 8 anak tapi, luar biasa; mereka benar-benar tidak bisa diam. Mau tidak mau, aku harus memberanikan diri berbicara lantang di hadapan mereka. Merayu-rayu agar mereka diam, duduk manis, dan mendengarkan apa yang aku sampaikan.
“Ustadzah., aku maunya dikasih uang!”, teriak salah satu santri, Adhi namanya. Anak super bandel dan mata duitan! Hmm...
“Berapa, Cinta?”
“Sepuluh ribu!,” Adhi mengatakannya dengan lantang. Yang lain tidak mau kalah. Bersahut-sahutan, kembali riuh. Aduh… Aku menutup muka. Ruby tertawa melihat tingkah anak-anak dan aku, tentunya.
“Oke! Dengarkan dengan baik ya. Kita buat kesepakatan bertingkat. Ustadzah akan bercerita di depan, setelah selesai bercerita akan ada pertanyaan. Siapa yang berani dan bisa menjawab, maka dia dapat hadiahnya. Hari ini, hadiahnya 1 bintang.”
“Hah? Apa-apaan itu? Cuma bintang-bintangan!”, lagi-lagi Adhi menimpali.
“Hei, ini bintang bukan sembarang bintang! Adik-adik akan dapat hadiah, kalau bisa mengumpulkan 5 bintang. Gimana? Katanya santri hebat, masa nggak berani terima tantangan dari Ustadzah?”, kataku sambil tersenyum puas. Apalagi melihat mereka begitu serius memikirkan perkataanku yang terakhir, membuatku gemas. Aku lirik Ruby, lagi-lagi ia sedang tersenyum kegelian.
“Hadiahnya apa?”
“Maunya apa?”
“Duiiiit….!!!” teriak mereka dengan kompak. Kalau apa-apa duit, bagaimana jadinya nanti? Sampai di penghujung waktu TPA, mereka masih kebingungan. Yah, setidaknya aku dan Ruby sedikit bisa ‘menundukkan’ tingkah liar mereka. Kita lihat besok!
Kamar ceria, again…
16 Maret 2011
Pagi buta aku dapat sms dari staff infokom TPA. Ada perubahan jadwal mengajar dan aku mendapatkan kelas A.
Kelas A? Lalu, bagaimana ‘proyekku’ yang baru setengah jalan itu? Memberikan mereka bintang-bintang?
Hari Sabtu depan aku mulai mengajar kelas A, yang kabarnya lebih dahsyat dari kelas B. Bahkan mereka tidak akan tinggal berdiam di bangku, melainkan bermain-main dari awal sampai akhir TPA. Seperti biasanya, Ruby, wanita berparas cantik itu akan selalu setia menemaniku. Semoga besok lebih indah dan barakah. Lalu aku pun kembali jatuh cinta pada mereka. Lagi, dan lagi…
Oleh: Desiana Nurkholida (Penulis adalah mahasiswi Biologi angkatan 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar